Halo. Bertemu lagi dengan gue.
Pos ini gue namai dengan nama salah satu teman gue yang paling berharga dan paling long-lasting di bumi ini.
Apa alasannya?
Karena saat ini, di tengah lingkungan baru ( baru setahun ), tentu saja masukan orang - orang baru bagi gue sangatlah banyak.
Tingkat kedekatannya pun bermacam – macam, mulai dari acquaintance sampai dengan yang “gini” banget. ( mengaitkan jari telunjuk satu sama dengan yang lainnya)
Yang gue khawatirkan, karena sebentar lagi tingkat satu akan berakhir, pertemanan yang “gini” banget tadi itu akan memudar begitu saja.
Jangankan dengan yang nantinya akan tidak sering bertemu atau berkomunikasi, pertemanan gue dengan seseorang yang kerap gue sebutkan di blog gue yang lainnya saja bisa tiba tiba memudar begitu saja.
Meskipun demikian, tentu saja gue berharap tidak begitu kejadiannya dengan teman – teman saya yang lainnya.
Kembali lagi ke judul, kenapa Dyza?
Karena, di tengah gue berusaha mengira – ngira siapa kira – kira teman gue yang akan bertahan sampai akhir hayat nanti, gue teringat si satu nama ini yang sampai sekarang terbukti masih bertahan.
Dyza.
Tersentuh dengan kebertahanan ini, gue memutuskan untuk membuat post ini dengan namanya.
Ya. Meskipun besok UTS kimia. It can wait for half an hour. Passion to write can’t.
So, back to Dyza.
We’ve been through a lot of things. Naik turunnya pertemanan, pahit manis pertemanan. Perasaan ketika dia adalah teman yang paling baik dan yang paling berharga dan juga perasaan ketika dia sangat jauh dan akhirnya sampai pada titik ‘yaudahlah, ada baiknya gue main dulu sama temen-temen gue yang deket sekarang’. Tentunya semua itu subjektif dari sisi gue. Mungkin selama berteman dengan gue Dyza hanya merasakan pahit dan turunnya saja, gue tidak tahu.
That’d make her an even better friend though, since she still stayed my friend even with that.
Gue gak tau udah berapa ratus kali (hiperbola) gue menceritakan Dyza di blog-blog gue. Dyza ini adalah kepribadian yang unik menurut gue. A true one in a kind.
Semua orang pasti pernah merasakan yang namanya terpaksa mendengarkan orang yang sedang bercerita tentang hal yang sangat menarik untuk dirinya namun sebenarnya bagi mereka hal tersebut merupakan hal yang sangat membosankan DAN tetap harus didengarkan demi alasan kesopanan atau demi alasan “gue-adalah-teman-yang baik”, kan?
Sama Dyza, gue jujur tidak pernah merasakan yang seperti itu (sejauh ingatan dan kesadaran gue). Tanpa mendiskreditkan kemampuannya dalam bercerita, hal tersebut bukan karena kepiawaiannya dalam bercerita. Dyza kalau bercerita ya sama saja dengan katakanlah si Z, teman saya yang lainnya. Dan ketertarikan dan simpati yang gue rasakan itu natural, begitu saja.
Gue akui, memang ga setiap saat pertemanan gue sama dia berada pada fase kaya “gini” yang tadi gue sebut di atas. Kadang – kadang kalo ketemu mungkin cuma hai-haian doang, ga langsung pelukan berlebihan kaya gue terhadap teman – teman gue tertentu. Bisa dibilang kalo Dyza memang buka tipe teman yang bisa diajak kontak badan (?) seperti beberapa teman lainnya. Lucunya, 2 teman gue yang paling lama menjadi teman gue (Vania dan Dyza), bukan teman yang bisa diajak kontak badan (?). Balik lagi ke Dyza, meskipun tidak selalu “gini”, setiap kali kita ketemu …
hm, sering juga sih antiklimaks.
Apa ya, yang membuat spesial?
Mungkin karena semua attempt gue untuk mengajak dia hang out bareng terasa natural. Kalau gue mengajak dia makan bareng, gue gak akan berpikir dua kali.
Gue gak akan berpikir, “ih sok deket banget hidup gue sama Dyza”
Gue gak akan berpikir, “ah tapi nanti ga asik dan garing”
Dan, walaupun misalnya pada outing tertentu akhirnya gue merasa garing dan ga asik, gue juga bukannya jadi males hang out sama dia lagi. Gue malah penasaran dan pengen biar hang out selanjutnya asik.
Sebagai pendengar, seinget gue, Dyza adalah pendengar yang baik. I never see her space out when I told her a story. So, either she hid it well or she did listen to all of my boring stories.
Tentu saja gue berpikir positif dan menganggap dia mendengarkan semua cerita membosankan gue. Dan mungkin itulah kenapa dia salah satu yang paling spesial sebagai teman gue, karena kita mendengarkan satu sama lain.
Ada yang bilang teman yang benar-benar “gini” itu adalah teman yang jika kita berada satu ruangan dengannya tanpa berbicara, kita tidak merasa awkward.
Menurut gue, teman yang benar – benar “gini” itu adalah teman yang jika kita berada satu ruangan dengannya tanpa berbicara, kita akan merasa sangat terganggu. Bukan karena awkwardness is in the air so the ice needed to be broken somehow, tapi karena we simply can’t just wait to talk to her/him.
Dan Dyza, bagi gue, adalah salah satu teman yang seperti itu.
Segitu aja dari gue,
Wassalam.
Ps: WOW. POS DI BAWAH GUE ADALAH POS 2 TAHUN LEBIH YANG LALU. Dimana … gue 20 kg lebih kurus dari sekarang. Wow.